Novi Isna Wardani Lubis - See more at: http://www.seoterpadu.com/2013/07/Novi-Isna-Wardani-Lubis.marquee.html#sthash.UNqIfBQD.dpuf

Jumat, 27 Maret 2015

Berbagai Jasa Aceh yang Dilupakan Sejarah



Tulisan ini dikhususkan untuk para pembaca yang meragukan rasa nasionalisme warga ACEH.

Tadi pagi,saya iseng-iseng googling tentang Aceh.Kemudian saya menemukan sebuah artikel menarik yang berjudul “Teuku Markam Bagian Dari Kisah Pilu Sejarah Aceh yang Dikhianati”.Disitu dijelaskan bagaimana seorang pengusaha kaya asal Aceh yang sempat menjadi orang terkaya di Indonesia memberikan jasanya bagi Indonesia tepatnya jasanya terhadap pembangunan MONAS.
Namun justru namanya dilupakan bahkan ketika di zaman Soeharto ia dimasukkan ke penjara karena dianggap sebagai PKI dan penyembah Soekarno.Sungguh kisah yang pilu
Kemudian saya menemukan lagi sebuah artikel mengenai jasa-jasa Aceh bagi Indonesia dari berbagai blog.
Berikut isinya:


1.Jasa Aceh bagi Indonesia(Pelurupena.wordpress.com)

Aceh Seminggu  jadi Ibukota Indonesia

Hampir terlupakan dari sejarah, bahwa Aceh pernah jadi ibukota sementara Republik Indonesia.
Peristiwa fenomenal itu terjadi pada tahun 1948, ketika pasukan Belanda melancarkan agresi militer II terhadap Jogyakarta, yang pada waktu menjadi ibukota RI. Dalam waktu sekejap, Jogyakarta jatuh dan dikuasai Belanda. Waktu itu, presiden pertama Indonesia, Soekarno yang sedang mengendalikan pemerintahan terpaksa harus memilih jalan untuk menyelamatkan bangsa. Tidak ada pilihan lain waktu itu, presiden Soekarno terpaksa mengasingkan diri ke Aceh. Setelah di amati waktu itu Biruen salah satu daerah di Aceh di anggap sebagai lokasi paling aman.

Soekarno berangkat ke Bireuen dengan menumpangi pesawat udara Dakota. Pesawat yang dikemudi oleh putra Aceh yaitu Teuku Iskandar, mendarat dengan mulus di lapangan terbang sipil Cot Gapu pada Juni 1948. Kedatangan rombongan presiden di sambut Gubernur Militer Aceh, Teungku Daud Beureu’eh,  Panglima Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef, para perwira militer Divisi X, alim ulama dan para tokoh masyarakat. Tidak ketinggalan anak-anak Sekolah Rakyat (SR) juga ikut menyambut kedatangan presiden sekaligus Panglima Tertinggi Militer itu. Malam harinya di lapangan terbang Cot Gapu diselenggarakan Leising (rapat) akbar. Presiden Soekarno dengan ciri khasnya, berpidato berapi-api, membakar semangat juang rakyat Aceh di Keresidenan Bireuen yang membludak di lapangan terbang Cot Gapu. Masyarakat Aceh sangat bangga sekali dapat bertemu muka dan mendengar langsung pidato presiden Soekarno tentang agresi Belanda 1947-1948 yang telah menguasai kembali Sumatera Timur, dikenal sebagai Sumatera Utara sekarang.

Selama seminggu Presiden Soekarno berada di Aceh, aktivitas Republik dipusatkan di Bireuen. Beliau menginap dan mengendalikan pemerintahan RI di rumah kediaman Kolonel Hussein Joesoef (Meuligo Bupati Bireuen sekarang). Jelasnya, dalam keadaan darurat, Aceh pernah menjadi ibukota RI ketiga, setelah jatuhnya Yogyakarta ke dalam kekuasaan Belanda. Sayangnya catatan sejarah ini hampir terlupa dan tidak pernah tersurat dalam catatan sejarah kemerdekaan Indonesia.
Pesawat Seulawah Cikal Bakal PT. Garuda
Terselubung benar, tanpa diduga-duga ternyata pesawat pertama Indonesia merupakan hasil sumbangan dan jerih payah masyarakat Aceh. Pesawat Dakota RI-001 Seulawah, begitulah sebutannya (Pesawat tersebut sekarang diabadikan di Lap. Blang Padang – Banda Aceh). Pesawat ini adalah cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama  Indonesian Airways yang sekarang disebut Garuda Indonesia. Pesawat ini sangat besar jasanya dalam perjuangan awal pembentukan negara Indonesia. Masyarakat Aceh menyerahkan pesawat terbang Seulawah pada 1948 kepada pemerintah RI untuk meneruskan perjuangan melawan penjajahan Belanda.  Sumbangan dari rakyat Aceh tersebut setara dengan 20 kg emas.
Ketika keadaan sedang genting, Bung Karno berseru kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa dari Acehlah perjuangan diteruskan merebut setiap jengkal tanah yang diduduki Belanda. Biar negara ini tinggal selebar payung, perjuangan tetap diteruskan sampai penjajah angkat kaki dari bumi Indonesia. Untuk menggempur blockade Belanda, maka negara memerlukan sebuah pesawat terbang. Sudah beberapa wilayah di Sumatera Bung Karno singgahi, namun hanya masyarakat Aceh lah yang memenuhi anjuran Bung Karno untuk menyumbangkan pesawat terbang. 
Jika di lihat dari segi fisik, Pesawat Dakota RI-001 ini memiliki panjang badan 19,66 meter dan rentang sayap 28.96 meter. Bertenaga dua mesin Pratt & Whitney, berbobot 8.030 kg. Sementara kemampuan jelajahnya, dengan kecepatan maksimum 346 km/jam. Kehadiran Dakota RI-001 membuka jalur penerbangan Jawa-Sumatera, bahkan sampai ke luar negeri. Pada bulan November 1948, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengadakan perjalanan keliling Sumatera dengan rute Maguwo-Jambi-Payakumbuh-Kutaraja-Payakumbuh-Maguwo.
Emas Monas Asal Aceh, Sumatera
Monumen Nasional (Monas) Jakarta dengan 38 kg emas yang dipajang di puncak tugu memiliki keindahan yang sangat merona. Ternyata di balik megahnya monument tersebut 28 kg dari 38 kg emas di Monas merupakan sumbangan dari salah seorang saudagar Aceh yang pernah menjadi orang terkaya Indonesia, beliau adalah Teuku Markam. Tentu saja banyak bantuan-bantuan Teuku Markam lainnya yang pantas dicatat dalam memajukan perekonomian Indonesia di zaman Soekarno, hingga menempatkan Markam dalam sebuah legenda.
Mengingat peran yang begitu besar dalam percaturan bisnis dan perekonomian Indonesia, Teuku Markam pernah disebut-sebut sebagai anggota kabinet bayangan pemerintahan Soekarno. Peran Markam menjadi runtuh seiring dengan berkuasanya pemerintahan Rezim Presiden Soeharto berkuasa di Indonesia.
Sungguh menyedihkan, akhirnya Ia ditahan selama delapan tahun dengan tuduhan terlibat PKI. Harta kekayaannya diambil alih begitu saja oleh Rezim Orba. Pernah mencoba bangkit sekeluar dari penjara, tapi tidak sempat bertahan lama. Tahun 1985 ia meninggal dunia. Aktivitas bisnisnya ditekan habis-habisan. Ahli warisnya hidup terlunta-lunta sampai ada yang menderita depresi mental. Hingga kekuasaan Orba berakhir, nama baik Teuku Markam tidak pernah dilakukan rehabilitir selama ini oleh masyarakat dan pemerintah.
Arun dan Pemberontakan di Aceh
Fasilitas Arun LNG telah menjadi kontributor penting untuk keseimbangan positif nasional alam Indonesia gas / LNG perdagangan. Arun (Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam) telah memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian nasional dan lokal selama lebih dari tiga dekade. Lain gas industri berbasis dikembangkan di sekitar Arun, termasuk dua pabrik pupuk terkemuka dalam negeri, AAF (Asean Aceh Fertilizer) dan Iskandar Muda.
Provinsi Aceh  merupakan daerah yang memiliki tradisi panjang melawan pemerintah pusat Indonesia di Jakarta. Resistensi ini dimulai sebagai sebuah gerakan keagamaan, namun memperoleh nada yang berbeda sekali Mobil Oil Indonesia (MOI) menemukan kekayaan besar minyak dan gas alam di Lhok Seumawe, Aceh Utara pada tahun 1971. Penemuan ini terinspirasi perkembangan Lhok Seumawe Kawasan Industri (Zils), sebuah kantong yang ditujukan untuk minyak dan bahan bakar gas ekstraksi (LNG) alami untuk ekspor luar negeri. Sementara Zils telah menguntungkan bagi MOI (kini disebut Exxon Mobil Indonesia) dan kekuasaan broker di Jakarta, Aceh hanya mengalami efek samping yang berbahaya zona ini: degradasi lingkungan, dislokasi keluarga pribumi, arus masuk besar pekerja migran, dan gangguan dalam tradisional mereka mata pencaharian. Ini ketidakadilan menyebabkan munculnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM), depan separatis bertekad untuk melihat Aceh menjadi kesultanan mandiri dan kaya minyak. Exxon Mobil telah berusaha untuk menyajikan dirinya sebagai pemain “netral” dalam perang dilancarkan antara Jakarta dan pemberontak, mempertahankan pemisahan yang agak palsu antara bisnis dan “politik”. Strategi ini telah terbukti berhasil. Baru-baru ini, pemberontak Aceh secara khusus ditargetkan Exxon Mobil, suatu perkembangan yang telah memimpin perusahaan untuk menghentikan produksi LNG di Zils sampai keamanan dikembalikan ke provinsi.
Harapan dan Kerinduan Rakyat Aceh Kian Mendalam
Begitu besarnya jasa rakyat Aceh terhadap NKRI mulai sejak perjuangan kemerdekaan Indonesia merupakan wakaf monumental rakyat aceh yang dibalut dengan keikhlasan. Hal ini tentunya menjadi alasan mendasar bahwa Aceh wajar dikatakan sebagai daerah modal kemerdekaan Indonesia.

Pasca konflik dan tsunami Aceh, hubungan Aceh dan Indonesia kian membaik setelah di tanda tanganinya MoU Helsinki 2006 lalu. Namun demikian, ternyata masih banyak poin-poin kesepakatan perdamaian yang seakan dalam permainan RI. Sehingga menunjukkan sikap belum ikhlasnya Indonesia dalam memperhatikan Aceh secara serius. Perlu dipahami oleh pemerintah Indonesia bahwa cinta yang ikhlas merupakan dambaan rakyat Aceh selama ini, Aceh yang aman rakyat sejahtera.

Lalu ada lagi sebuah blog tentang jasa Aceh yang isinya sebagai berikut:
2.Jasa Aceh bagi Indonesia(Poetraaceh.mywapblog.com)
-  Ketika wilayah Indonesia hampir dikuasai seluruhnya oleh Belanda saat perang kemerdekaan, Acehlah yang menjadi donatur bagi Indonesia. Aceh mendanai kegiatan-kegiat an duta dan perwakilan RI ke luar Negeri, juga membiayai perwakilan PBB. Selain itu, Aceh juga membiayai misi perjalanan menteri muda Luar Negeri RI, H. Agus Salim, ke Timur Tengah dan saat mengikuti konferensi Asia di New Delhi.

Saat Pemerintahan pusat yang berada di Yogyakarta vacum, Aceh juga menyediakan dana bagi pemerintahan.
- Rakyat Aceh juga pernah menyumbangkan dua pesawat bagi pemerintahan RI. Pesawat itu adalah pesawat jenis dakota yaitu Seulawah RI-001 dan Dakota RI-002 yang dibeli di Singapura, Oktober 1948. Para pengusaha aceh juga memberikan satu pesawat jenis "Avro Anson RI-004" yang dibeli di Thailand, pesawat -pesawat itu dibayar dengan menggunakan emas murni sumbangan rakyat Aceh. Jadi, tiga pesawat pemberian Aceh inilah yang menjadi armada pertama Indonesia yang dapat menembus blokade udara Belanda.

- Aceh juga memberikan sebuah kapal yang berbobot 100 ton dengan nomor registrasi PPB 58 LB kepada armada laut RI.

- Aceh juga memiliki sebuah radio yang dikenal dengan "Radio Rimba Raya" yang bertempatkan di Takengon, Aceh Tengah. Banyak juga yang melupakan peranan Radio Rimba Raya ini bagi kemerdekaan Indonesia. Berita tentang kemerdekaan Indonesia diketahui oleh dunia melalui radi ini.

- Pasukan dari Aceh juga pernah melakukan Long March menuju front "Medan Area" ketika Medan, Sumatera Utara berhasil dikuasai Belanda. Ini merupakan bentuk komitmen Aceh demi kemerdekaan RI. Sehingga saat itu Aceh dikenal sebagai daerah yang memiliki basis pertahanan yang paling kuat di wilayah Sumatera.

- Emas yang dipajang di puncak tugu Monumen Nasional(Monas) Jakarta adalah sumbangan dari salah seorang saudagar Aceh yaitu Teuku Markam. Itu baru segelintir sumbangan Putra Aceh teresebut, untuk kepentingan Negeri ini. Sumbangsih lainnya, ia pun ikut membebaskan lahan Senayan untuk dijadikan pusat olah raga terbesar Indonesia.

Dan balasan Indonesia untuk rakyat ACEH adalah:

- Teuku Markam ditahan selama delapan tahun dengan tuduhan terlibat PKI. Harta kekayaannya diambil alih begitu saja oleh Rezim Orba. Pernah mencoba bangkit sekeluar dari penjara, tapi tidak sempat bertahan lama. Tahun 1985 ia meninggal dunia. Aktivitas bisnisnya ditekan habis- habisan. Ahli warisnya hidup terlunta-lunta sampai ada yang menderita depresi mental. Hingga kekuasaan Orba berakhir, nama baik Teuku Markam tidak pernah direhabilitir.

Anak-anaknya mencoba bertahan hidup dengan segala daya upaya dan memanfaatkan bekas koneksi-koneksi bisnis Teuku Markam. Dan kini, ahli waris Teuku Markam tengah berjuang mengembalikan hak-hak orang tuanya.

- Presiden Soekarno pernah ingkar janji kepada Aceh. Ketika itu, beliau pernah memohon sambil berlinang air mata pada Aceh untuk tetap mendukung Indonesia dan tetap menjadi penyuplai dana demi kemerdekaan Indonesia. Beliau berjanji jika Indonesia merdeka penuh nanti akan memberi otonomi khusus kepada Aceh untuk menjalankan syariat islam di wilayahnya sendiri. Janji itu meluluh lantakkan hati orang Aceh. Tetapi yang terjadi kemudian adalah ketika Indonesia resmi menjadi sebuah Negara dalam peta dunia, Soekarno berpidato di kampus Universitas Indonesia (UI) Salemba dan di Amuntai Kalimantan Selatan: “Kita tidak mungkin menjalankan syariat Islam di bumi Indonesia. Kalau kita menjalankannya bagaimana saudara kita yang Hindu di Bali, bagaimana saudara kita yang Kristen di Menado, di Maluku, di Sulawesi dan sebagainya. Kembali Aceh tertipu.

Karena itulah, akhirnya Aceh memberontak lalu muncullah konflik berkepanjangan hingga perjanjian damai di Helsinki antara Aceh dan RI digaungkan.

- Konflik ACEH yang berkecamuk dijawab dengan "Darurat Militer" oleh Indonesia dan menjadi ajang 'GENOCIDE'. Tragedi Simpang KKA, Rumoh Geudong, Pembantaian Tgk. Bantakiyah Cs, Penghilangan paksa Aktivis Aceh adalah sedikit dari banyak kasus yang sampai sekarang hanya menjadi kisah pilu kami semata. Seolah Komnas HAM berkata: TIDAK ADA HAM UNTUK KALIAN (Rakyat Aceh).

Yah setelah anda melihat beberapa fakta diatas maka anda bisa mengetahui alasan dibalik warga Aceh Ingin Merdeka.Namun alangkah lebih baik jika Aceh adalah tetap bagian dari NKRI karena jika tanpa Aceh mungkin sejarah Indonesia akan berubah.
Kalau boleh berterus terang, Aceh ini sebagai salah satu daerah pemegang saham terbesar di Republik Indonesia. Maka sebagai pemegang saham terbesar, jika Aceh menarik sahamnya, tentu RI akan guncang seguncang-guncangnya. Apalagi kalau pemegang saham yang kecil-kecil pun ikut menjadi makmum, tentu kita akan mengucapkan: Innalillahi wa inna ilaihi rajiun buat Republik Indonesia - H.M Amien Rais

Sumber:

Sabtu, 21 Maret 2015

inilah satu kisah belanda menyebut aceh pungo kepada rakyat aceh

Written By jack's blog on 5/4/13 | 4.5.13



[Repost] - Perang Aceh melawan belanda meletus dengan dahsyatnya pada tahun 1873,banyak korban yang tewas di pihak belanda serta keputus asan karena perang yang tidak juga berkahir membuat belanda melaksanakan strategi baru dengan membentuk pasukan marsose.
Menurut budayawan aceh barat Isnu kembara ”tindakan pasukan marsose yang kejam terhadap rakyat aceh, membuat perlawanan rakyat tidak lagi berkelompok tapi menghadapi pasukan militer belanda secara per seorangan dengan cara membunuh secara spontan . Kapan saja dan di mana jika bertemu orang belanda , orang aceh pada jaman itu langsung membunuh tanpa rasa takut akan di bunuh kembali oleh pihak belanda.
Semangat hikayat perang sabil dalam poh kaphe membuat rakyat aceh berlomba-lomba untuk melawan belanda dengan harapan akan mati syahit atau pahala syahit, dan tindakan inilah yang membuat pihak belanda tidak habis pikir dengan tindakan dan prilaku orang aceh yang di anggap gila.
Lalu istilah atjeh moorden atau aceh pungo begitu populer di kalangan militer belanda sehingga rasa kwatir mulai menimpa para pejabat militer belanda jika di tugaskan ke aceh.
Padahal belanda berharap dengan di bentuknya pasukan marsose akan membuat perlawanan rakyat aceh akan semakin pudar lalu menyerah, tapi malah sebaliknya . rakyat aceh semakin nekat menyerang barak militer,konvoi pasukan marsose bahkan memasuki kediaman pejabat militer hanya dengan bermodal rencong dan parang yang di selip di pinggang dan itu hanya di lakukan oleh seorang rakyat aceh biasa dan sebagian bukan berasal dari pejuang .
Akhirnya kerajaan belanda mengutus Dr.RH Kern penasehat pemerintah urusan kebumiputeraan untuk meneliti prilaku orang aceh sehari-hari apakah benar- benar gila. ternyata dari hasil penelitian yang di lakukan berbulan-bulan ternyata kesimpulan penilitian menunjukkan bahwa sifat membunuh orang aceh yang khas tersebut di lakukan oleh orang yang tidak terganggu jiwanya .. alias orang waras. Lalu apa yang melatar belakangi sehingga tindakan membunuh tersebut membuat takut belanda …. jawabannya adalah rasa dendam yang membara di hati orang aceh dengan berpegang prinsip” tung bila” harus di lakukan .
Inilah salah satu kisah mengapa belanda menyebut aceh moorden atau aceh pungo kepada rakyat aceh pada jaman dahulu dan istilah tersebut sangat populer di kehidupan sehari-hari orang aceh, merasa bangga di sebut aceh pungo namun marah besar jika di sebut aceh gila.! padahal arti sama hanya makna yang berbeda.

sumber : Aceh Pungo